TUGAS AKHIR
PSIKOLOGI KLINIS
Dosen Pengampu:
Fajar kawuryan, S.psi, M.psi
RR. Dwi Astuti, S.psi, Msi
FAKULTAS
PSIKOLOGI
UNIVERSITAS
MURIA KUDUS
TAHUN AJARAN 2015/2016
KATA
PENGANTAR
Puji
syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat, taufik
dan hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini sebagai tugas mata
kuliah psikologi klinis.
Terimakasih
kami ucapkan kepada orangtua kami yang tanpa pamrih telah memenuhi kebutuhan
kami selama ini dari kecil sampai menjadi seorang mahasiswa, secara moral
maupun materil.
Terimakasih
untuk bu Fajar kawuryan, S.psi, M.psi dan bu RR. Dwi Astuti, S.psi, Msi sebagai
dosen pengampu mata kuliah Psikologi Klinis, atas bimbingan yang beliau berikan
kepada kami selama proses pembuatan makalah.
Terimakasih
pula kami ucapkan kepada sahabat-sahabat kami yang dalam hal ini juga memegang
andil dalam proses pembuatan makalah. Berdiskusi dalam memecahkan masalah yang
kami dapat serta memberikan semangat kepada kami untuk menyelesaikan makalah.
Kami
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu
penulis mengharapkan segala bentuk saran dan kritik yang membangun untuk
perbaikan dan penyempurnaan makalah.
Semoga
makalah ini dapat bermanfaat sekaligus dapat menjadi inspirasi bagi pembaca
semua.
Kudus, 26 Desember 2015
Penulis
BAB I
IDENTITAS
A. Subjek
Nama : N F
Jenis kelamin : Perempuan
Tempat, tgl lahir : Jepara, 13 Mei 1989
Umur : 26 tahun
Berat badan : ±54 kg
Anak ke : 3 dari 6 saudara
Agama : Islam
Pekerjaan : Pegawai
Alamat : Ds. Robayan Kecamatan
Kalinyamat kabupaten jepara
B. Keluarga
Nama
|
L/P
|
Pendidikan
|
Keterangan
|
Umur
|
Pekerjaan
|
S
|
L
|
SMA
|
Ayah
Kandung
|
59
|
Wiraswasta
|
K
|
P
|
SMA
|
Ibu
Kandung
|
52
|
Wiraswasta
|
ZA
|
L
|
S1
|
Kakak
Kandung
|
32
|
Guru
|
NS
|
P
|
SMA
|
Kakak
Kadung
|
30
|
Wiraswasta
|
MAR
|
P
|
SMA
|
Adik
Kandung
|
19
|
Mahasiswa
|
NNL
|
P
|
SMA
|
Adik
Kandung
|
17
|
Siswa
|
NNA
|
P
|
MI
|
Adik
Kandung
|
9
|
Siswa
|
C. Genogram
Keterangan
a. Gambar
kotak : Laki-laki
b. Gambar
bulat : Perempuan
c. Gambar
bulat arsir : Subyek
BAB II
AGENDA KEGIATAN
TANGGAL
|
KEGIATAN
|
TEMPAT
|
13-12-2015
|
Observasi
|
Rumah subyek
|
13-12-2015
|
Observasi allowanamnesa orang tua :
ayah dan ibu
|
Rumah subyek
|
15-12-2015
|
Observasi allowanamnesa teman
subjek
|
Wawancara teman subyek di warung
kopi
|
BAB III
KELUHAN SUBJEK
Subyek sangat ketakutan bila melihat ular meski hanya
sekedar gambar ataupun foto. Menurut penuturan subyek semua berawal ketika
subyek masih duduk di bangku MTs tepatnya kelas
2. Saat itu subyek baru selesai istirahat dan akan masuk kelas. Namun,
salah seorang teman laki-laki yang menyukai subyek melemparkan ular yang sudah
mati dan masih darahnya kepangkuan subyek.
Setelah kejadian di MTs itu subyek menjadi sangat
takut dengan ular (dalam bentuk apapun). Pernah subyek menonton televisi dan
chanelnya dipindah bapak subyek di acara yang memperlihatkan binatang. Ketika
itu binatangnya adalah ular, sontak subyek menjerit dan menutupi matanya dengan
bantal, untuk beberapa saat kemudian subyek lari menghindar. Sewaktu itu bapak
subyek kebigungan dengan tingkah laku subyek dan langsung menghampiri subyek
lalu menanyakan apa yang terjadi. Lalu subyek bercerita kepada bapaknya tentang
peristiwa tersebut.
Pernah juga handphone subyek rusak akibat gambar ular.
Waktu itu ada pemberitahuan pesan BBM masuk, lalu subyek membuka pesan BBM itu.
Namun, alangkah terkejutnya subyek ketika melihat gambar ular dari pesan BBM di
handphone-nya, spontan subyek menjerit dan melampar handphone-nya.
Menurut penuturan subyek sebelum kejadian di MTs itu
subyek sudah takut kalau melihat ular sungguhan namun masih dalam taraf yang
wajar, tidak seperti setelah kejadian di MTs waktu itu.
BAB
IV
HASIL PENGUMPULAN DATA
A. Observasi
1. Observasi
penampilan fisik
Subyek
adalah seorang wanita cantik dengan wajah babyface, tinggi ±155 cm
dengan berat badan ±54, kulit kuning langsat.
2. Observasi
saat wawancara
Karena
kami telah saling mengenal dengan baik maka wawancara berjalan dengan lancar.
Subyek menjawab pertanyaan saya dengan baik dan obrolan kami mengalir.
3. Observasi
lingkungan fisik
Subyek
tinggal bersama keluarganya. Rumah subyek tergolong sederhana dengan
perekonomian menengah. Di dalam rumah subyek terlihat berantakan karena
orangtua subyek pedagang pakaian. Di halaman rumah terlihat rapi dengan
berbagai macam tanaman hias.
B. Wawancara
1. Autoanamnesa
Subyek
Subyek
menceritakan secara rinci apa yang subyek rasakan ketika melihat ular, dari
awal mula dia mengalami hal tersebut sampai beberapa hal yang terkesan
menggelitik perut ketika subyek bercerita.
2. Alloanammnesis
Ayah Kandung
Menurut
penuturan bapak subyek anak yang rajin, perhatian kepada orangtua, tidak suka
membantah.
3. Alloanammnesis
Ibu Kandung
Menurut
penuturan ibu subyek suka tidur, kalau melihat kasur bisa langsung tidur.
Subyek juga sedikit telmi namun subyek seorang pekerja keras, pantang
menyerah, dan penyayang terhadap keluarga (respect).
4. Alloanammnesis
teman subyek
Subyek
adalah wanita yang supel, dengan logat bicara yang agak kasar dan terlihat
judes sekaligus galak namun sebenarnya subyek baik.
BAB V
ETIOLOGI
Ø Awalnya
ketakutan subyek dengan ular masih wajar-wajar saja, namun karena kejadian
sewaktu MTs dulu ketika teman yang menyukai subyek melemparkan ular yang sudah
mati dan masih ada darahnya kepangkuan subyek yang membuat subyek menjerit
ketakutan. Setelah kejadian itu subyek trauma dan menjadi sangat ketakutan bila
melihat ular sungguhan atau mainan atau hanya sekedar gambar saja. Sejak saat
itu subyek merasa kakinya merinding dan lumpuh apabila melihat ular. Dia
berpikir kalau ular itu melilit kakinya
BAB VI
PERMASALAHAN
a. Kondisi kognitif
Subyek ketakutan ketika melihat ular dan
kekhawatiran yang berlebih apabila subyek melihat ular.
b. Motorik
Subyek merasa
merinding apabila melihat ular, baik asli, mainan, atau gambar.
c.
Emosi
Subyek
akan mejerit, menutup mata, dan lari apabila melihat ular. Bahkan subyek akan
lari sambil marah apabila ada orang yang mengejutkan subyek tanpa ular asli,
mainan, atau gambar. (misalnya hanya bicara “awas ada ular”)
d.
Insomnia
Subyek tidak mengalami insomnia
e.
Kecemasan
Subjek
sering mengalami kecemasan yang berlebih ketika melihat ular. Subjek
merasa cemas bila kakinya dililit dan lumpuh.
f.
Mual atau muntah
Tidak
mengalami mual dan muntah
g.
Sosial
Tidak mengalami dalam hubungan
sosialnya.
BAB VII
DASAR TEORI
A. FOBIA
Rasa takut adalah hal yang lumrah terjadi dalam kehidupan manusia,
setiap orang tentu pemah merasakan takut karena pada dasamya rasa takut adalah
mekanisme pertahanan alamiah tubuh yang ada sejak lahir. Adanya rasa takut itu
membuat manusia terhindar dan hal-hal yang dapat mengerikan hidupnya (Freud, 1948).
Fobia berasal dari kata Yunadi phobos yang bermakna takut.
Konsep takut dan cemas memang memiliki kaitan erat. Takut adalah perasaan cemas
dan agitasi (memberontak) sebagai respons terhadap suatu ancaman. Gangguan
fobia adalah rasa takut yang persisten terhadap obyek atau situasi dan rasa
takut ini tidak sebanding dengan ancamannya. Dengan kata lain, seseorang yang
bereaksi dengan ketakutan yang amat sangat pada suatu stimulus atau situasi
yang menurut kebanyakan orang bukan merupakan hal berbahaya disebut sebagai
penderita fobia (Rita L. Atkinson, dkk., 1983).
Menurut Elida Prayitno (2009:13) mengatakan bahwa Fobia atau fobi
adalah suatu ketakutan yang tidak masuk akal namun penderita dapat menjelaskan
apa penyebab dan bagaimana cara mengatasi ketakutannya itu. Para penderita
fobia neurosis tidak menyadari apa yang mendasari apa yang mendasari perasaan
takutnya. Reaksi mereka terhadap ketakutan itu sangat hebat yang menyebabkan
penderita merasa sengsara. Jika para penderita menyadari sebab-sebab yang
mendasari dari ketakutan mereka itu, maka ketakutan mereka berkurang dan bahkan
dapat hilang.
Fobia spesifik, yang sebelumnya disebut fobia sederhana, adalah
ketakutan tidak masuk akal yang disebabkan oleh pikiran atau hadirnya benda
atau situasi tertentu, serta biasanya sedikit atau tidak berbahaya. Berada
dekat benda atau dalam situasi tertentu tersebut menyebabkan penderita
mengalami kecemasan yang intens (kegelisahan) atau harus menghindari benda atau
situasi tersebut. Gangguan yang berhubungan dengan fobia dan / atau harus
menghindari benda atau situasi ini dapat secara signifikan mengganggu kemampuan
fungsi seseorang. Orang dewasa yang memiliki fobia spesifik tahu bahwa rasa
takut tersebut berlebihan atau tidak masuk akal, tetapi mereka tidak mampu
untuk mengatasinya.
Fobia khas atau
spesifik adalah ketakutan irasional terhadap objek atau situasi tertentu yang
dengan jelas menganggu kemampuan individu untuk menjalankan fungsinya. Sebelum
diterbitkan di DSM IV pada tahun 1994, tidak ada klasifikasi yang berarti untuk
fobia-fobia khas. Tapi sekarang ada beberapa jenis fobia khas atau spesifik
dengan perbedaan yang jelas di antara mereka. Empat subtipe fobia khas yang
telah diidentifikasi adalah jenis fobia terhadap :
a. Binatang, Contohnya
yaitu takut anjing, ular, serangga, atau tikus. Fobia hewan merupakan fobia
spesifik yang paling banyak diderita orang-orang.
b.
Lingkungan alam, contoh fobia jenis ini yaitu
takut badai, ketinggian, atau air.
c.
Darah-suntikan/injeksi-luka. Fobia jenis ini
berkaitan dengan takut terluka, melihat darah atau prosedur medis invasif,
seperti tes darah atau suntikan.
d.
Situasional. Fobia jenis ini berkaitan dengan
ketakutan terhadap situasi tertentu, seperti terbang, naik mobil atau angkutan
umum, mengemudi, berkendara melewati jembatan atau terowongan, atau berada di
tempat tertutup di tempat, seperti lift. (V. Mark Durand, dkk., 2006)
Gejala-gejala Khas
Fobia Spesifik:
1. Ditandai dengan
ketakutan yang berlebihan atau tidak masuk akal, perasaan antisipasi pada suatu
objek atau situasi tertentu (misalnya ketinggian, binatang, menerima suntikan,
melihat darah).
2. Paparan terhadap
stimulus fobia hampir selalu menimbulkan respon kecemasan langsung. (Pada
anak-anak, kecemasan dapat dinyatakan dengan menangis, tantrum, kaku, atau
menempel pada orang tua.)
3. Orang dewasa
biasanya mengakui bahwa rasa takut berlebihan yang dialami itu tidak masuk
akal.
4. Situasi fobia
menyebabkan kecemasan intens atau kesusahan.
5. Penghindaran,
antisipasi cemas, atau tekanan dalam situasi yang ditakuti mengganggu rutinitas
normal secara signifikan, pekerjaan (atau akademis), atau kegiatan sosial atau
hubungan.
Takut akan ular terkadang sulit untuk didiagnosa,
karena gejala dapat bervariasi pada masing-masing penderita. Jika penderita
termasuk dalam Ofidiofobia ringan maka si penderita mungkin hanya takut dengan
ular yang tergolong besar atau ular beracun. Sedangkan jika termasuk dalam
fobia berat mungkin rasa takut mulai muncul ketika meilhat ular kecil, bahkan
mungkin takut untuk melihat foto bahkan program televisi yang menayangkan ular.
Gejala yang dapat ditimbulkan seperti badan gemetar, menangis, jantung
berdebar, kesulitan bernapas, atau bahkan melarikan diri jika mengalami
perjumpaan langsung dengan ular.
BAB VIII
DINAMIKA PSIKOLOGI
Sebelum peristiwa di MTs subyek tumbuh normal
dan tidak ada masalah dengan perkembangan maupun pertumbuhannya. Namun setelah
subyek mengalami suatu kejadian atau peristiwa yang membuat ia trauma tepatnya sewaktu
kelas VIII MTs ketika teman yang menyukai subyek melemparkan ular mati penh
darah ke kaki subyek. Peristiwa itu membuat subyek sangat takut terhadap ular, pikiran-pikiran
subyek terus berkembang hingga subyek tidak mau melihat ular baik itu dalam
bentuk gambar maupun ular mainan. Peristiwa tersebut terus terngiang hingga
membentuk kecemasan pada subyek yang dimana subyek ketika melihat ular berpikir
kalau kakinya dililit ular dan membuat kakinya menjadi lemas.
Fobia biasanya pertama kali muncul pada masa
remaja atau dewasa. Fobia ini mulai tiba-tiba dan cenderung lebih gigih dari
fobia masa kanak-kanak, hanya sekitar 20 persen dari fobia dewasa lenyap dengan
sendirinya. Ketika anak-anak memiliki fobia spesifik - misalnya, takut hewan -
ketakutan biasanya menghilang dari waktu ke waktu, meskipun mereka dapat terus
terbawa sampai dewasa. Tidak ada yang tahu mengapa fobia ini bertahan pada
beberapa orang dan menghilang pada orang lain.
Fobia yang dialami oleh subyek terjadi pada
masa kanak-kanak dan terbawa hingga saat ini tepatnya pada masa dewasa awal.
DIAGNOSIS
Berdasarkan
hasil observasi dan wawancara dengan subyek dan orang-orang terdekat subyek
dapat disimpulkan bahwa subyek mengalami gangguan fobia spesifik karena
ketakutan yang irasional subyek pada ular asli, mainan, ataupun
gambar. Fobia yang dialami subyek disebabkan oleh traumatik pada masa lalu yang
membuat tingkat kecemasannya tinggi ketika melihat ular sampai sekarang.
Berdasarkan dari
diagnosa PPDGJ III subyek teridentifikasi mengalami fobia khas.
Aksis I :
DIAGNOSIS
|
KRITERIA PPDGJ
|
KRITERIA KASUS
|
KETERANGAN
|
|
TERPENUHI
|
TIDAK TERPENUHI
|
|||
F. 40.2
Fobia
Khas (Terisolasi)
|
Gejala psikologis, perilaku atau otonomik
yang timbul harus merupakan manifestasi
primer dari anxietasnya dan bukan sekunder dari gejala-gejala lain
seperti misalnya waham atau pikiran obsesif.
|
Subyek berpikir bahwa ular itu akan melilit
kakinya yang membuat kakinya merasa merinding. Gejala ini akibat peristiwa
traumatik dimasalalu subyek.
|
√
|
|
|
Anxietas
harus terbatas pada adanya objek atau situasi fobik tertentu (highly
specified situations).
|
Subyek
cemasan dan takut ketika melihat ular, ular mainan, gambar ular dan media
visual yang menayangkan ular.
|
√
|
|
|
Situasi
fobik tersebut sedapat mungkin dihindarinya.
|
Subyek
menghindari situasi atau kondisi dimana subyek bisa melihat ular baik gambar,
tayangan maupun ular asli.
|
√
|
|
Aksis II : Tidak ada
Aksis III : Tidak ada
Aksis IV : Tidak ada
Aksis V :
Penilaian
fungsi secara global GAF = 65
Kriteria fobia khas
terpenuhi pada diri subyek, gangguan pada diri subyek terlihat dengan adannya
simtom yang menunjukkan bahwa subyek mengalami gangguan fobia khas.
DAFTAR
PUSTAKA
Rita L.
Atkinson, Ricard C. Atkinson, Ernest R. Hilgard. 1983. Pengantar Psikologi
Jilid 2, Jakarta: Erlangga.
http://www.fimadani.com/siapa-yang-takut-ular/
No comments:
Post a Comment
komunikasi
email: choirulalfa77@gmail.com