Teori Belajar B.F Skinner
PENDAHULUAN
Latar Belakang
“ Living is Learning”, merupakan sepenggal kalimat
yang dikemukakan oleh Havighurst (1953). Dengan kalimat tersebut memberikan
gambaran bahwa belajar merupakan hal yang sangat penting, sehingga tidaklah mengherankan
bahwa banyak orang ataupun ahli yang membicarakan masalah belajar. Hampir semua
pengetahuan, sikap, ketrampilan, perilaku manusia dibentuk, diubah dan
berkembang melalui belajar. Kegiatan belajar dapat berlangsung dimana dan kapan
saja. Di rumah, di sekolah, di pasar, di toko, di masyarakat luas, pagi, sore
dan malam. Karena itu, belajar merupakan masalah bagi setiap manusia. Oleh
sebab itu dibutuhkan cara belajar yang tepat untuk menghasilkan perubahan sikap
yang baik pula.
Banyak teori tentang belajar yang telah berkembang
mulai abad ke 19 sampai sekarang ini. Pada awal abad ke-19 teori belajar yang
berkembang pesat dan memberi banyak sumbangan terhadap para ahli psikologi
adalah teori belajar tingkah laku (behaviorisme) yang awal mulanya dikembangkan
oleh psikolog Rusia Ivan Pavlov (tahun 1900-an) dengan teorinya yang dikenal
dengan istilah pengkondisian klasik (classical conditioning) dan kemudian
teori belajar tingkah laku ini dikembangkan oleh beberapa ahli psikologi yang
lain seperti Edward Thorndike, B.F Skinner dan Gestalt. Teori belajar
behaviorisme ini berorientasi pada hasil yang dapat diukur dan diamati.
Pengulangan dan pelatihan digunakan supaya perilaku yang diinginkan dapat
menjadi kebiasaan. Hasil yang diharapkan dari penerapan teori behavioristik ini
adalah terbentuknya suatu perilaku yang diinginkan. Perilaku yang diinginkan
mendapat penguatan positif dan perilaku yang kurang sesuai mendapat penghargaan
negatif. Evaluasi atau Penilaian didasari atas perilaku yang tampak. Dalam teori
belajar ini guru tidak banyak memberikan ceramah, tetapi instruksi singkat yang
diikuti contoh baik dilakukan sendiri maupun melalui simulasi.
PEMBAHASAN
Pengertian Belajar
Skinner (1958) memberikan definisi belajar “ Laerning
is a process of progressive behavior adaptation”. Dari definisi tersebut
dapat dijelaskan bahwa belajar itu merupakan suatu proses adaptasi perilaku
yang bersifat progresif. Ini berarti bahwa sebagai akibat dari belajar adanya
sifat progresifitas, adanya tendensi kearah yang lebih baik dari keadaan
sebelumnya.
McGeoch (lih. Bugelski, 1956) memberikan definisi
tentang belajar “ Learning as a result of practice”. Ini berarti bahwa
belajar membawa perubahan pada penampilan dan perubahan itu sebagai akibat dari
latihan (practice). Pengertian latihan atau practice mengandung arti bahwa
adanya usaha dari individu yang belajar. Baik yang dikemukakan oleh Skinner
maupun yang dikemukakan oleh McGeoch memberikan gambaran bahwa sebagai akibat
belajar adanya perubahan yang dialami oleh individu yang bersangkutan. Hanya
oleh McGeoch dikemukakan perubahan itu sebagai akibat dari latihan, sedangkan
apa yang dikemukakan Skinner tidak secara jelas hal tersebut diajukan.
Morgan, dkk (1984) memberikan definisi mengenai
belajar “ Learning can be defined as any relatively permanent change in
behavior which occurs as a result of practice or experience”. Hal yang
muncul dalam definisi adalah perubahan perilaku atau performance itu relative
permanent.. Di samping itu juga dikemukakan bahwa perubahan prilaku itu sebagai
akibat belajr dari latihan (practice) atau karena pengalaman
(experience). Pada pengertian latihan dibutuhkan usaha dari individu yang
bersangkutan, sedangkan dari pengertian pengalaman usaha tersebut tidak tentu
diperlukan. Ini mengandung arti bahwa dengan pengalaman seseorang atau individu
dapat berubah perilakunya, disamping perubahan itu dapat disebabkan oleh karena
latihan.
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa
belajar secara sederhana dikatakan sebagai proses perubahan dari belum mampu
menjadi sudah mampu, terjadi dalam jangka waktu tertentu. Perubahan yang
terjadi itu harus secara relative bersifat menetap (permanent) dan tidak hanya
terjadi pada perilaku yang saat ini nampak (immediate behavior) tetapi juga
pada prilaku yang mungkin terjadi di masa mendatang (potential behavior. Hal
lain yang perlu diperhatikan adalah bahwa perubahan-perubahan tersebut terjadi
kareana pengalaman.
Teori behavioristik
Menurut teori behavioristik belajar adalah perubahan
tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman (Gage, Berliner, 1984). Belajar
merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon (Slavin, 2000).
Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan
perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang
berupa stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus adalah apa saja yang
diberikan guru kepada siswa, sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan
siswa terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses yang terjadi
antara stimulus dan respon tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat
diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus dan respon,
oleh karena itu apa yang diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima
oleh siswa (respon) harus dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan
pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi
atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.
Teori belajar behavioristik yang dicetuskan oleh
Gagne dan Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari
pengalaman. Teori ini lalu berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang
berpengaruh terhadap arah pengembangan teori dan praktik pendidikan dan
pembelajaran yang dikenal sebagai aliran behavioristik. Aliran ini menekankan
pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar.
Teori behavioristik memandang individu hanya dari sisi
jasmaniah, dan mengabaikan aspek – aspek mental. Dengan kata lain,
behaviorisme tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan
individu dalam suatu belajar. Peristiwa belajar semata-mata melatih siswa
sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai individu. Beberapa prinsip
dalam teori belajar behavioristik, meliputi: (1) Reinforcement and Punishment;
(2) Primary and Secondary Reinforcement; (3) Schedules of Reinforcement; (4)
Contingency Management; (5) Stimulus Control in Operant Learning; (6) The
Elimination of Responses. Kaum behavioris menjelaskan bahwa belajar sebagai
suatu proses perubahan tingkah laku dimana reinforcement dan punishment
menjadi stimulus untuk merangsang pembelajar dalam berperilaku.
Teori behavioristik banyak dikritik karena seringkali
tidak mampu menjelaskan situasi belajar yang kompleks, sebab banyak variabel
atau hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan dan belajar yang dapat diubah
menjadi sekedar hubungan stimulus dan respon. Teori ini tidak mampu menjelaskan
penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam hubungan stimulus dan respon.
Pandangan behavioristik juga kurang dapat menjelaskan adanya variasi tingkat
emosi siswa, walaupun mereka memiliki pengalaman penguatan yang sama. Pandangan
ini tidak dapat menjelaskan mengapa dua anak yang mempunyai kemampuan dan
pengalaman penguatan yang relatif sama, ternyata perilakunya terhadap suatu
pelajaran berbeda, juga dalam memilih tugas sangat berbeda tingkat
kesulitannya. Pandangan behavioristik hanya mengakui adanya stimulus dan respon
yang dapat diamati. Mereka tidak memperhatikan adanya pengaruh pikiran atau
perasaan yang mempertemukan unsur-unsur yang diamati tersebut.
Teori behavioristik juga cenderung mengarahkan siswa
untuk berfikir linier, konvergen, tidak kreatif dan tidak produktif. Pandangan
teori ini bahwa belajar merupakan proses pembentukan atau shaping, yaitu
membawa siswa menuju atau mencapai target tertentu, sehingga menjadikan siswa
tidak bebas berkreasi dan berimajinasi. Teori behavioristik dengan model
hubungan stimulus responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu
yang pasif. Demikian halnya dalam pembelajaran, siswa dianggap sebagai objek
pasif yang selalu membutuhkan motivasi dan penguatan dari pendidik. Oleh karena
itu, para pendidik mengembangkan kurikulum yang terstruktur dengan menggunakan
standar-standar tertentu dalam proses pembelajaran yang harus dicapai oleh para
pebelajar. Begitu juga dalam proses evaluasi belajar pebelajar diukur hanya
pada hal-hal yang nyata dan dapat diamati sehingga hal-hal yang bersifat tidak teramati
kurang dijangkau dalam proses evaluasi.
Sejarah Munculnya Teori Kondisioning Operan
B.FSkinner
Asas pengkondisian operan B.F Skinner dimulai awal
tahun 1930-an, pada waktu keluarnya teori S-R. Pada waktu keluarnya teori-teori
S-R. Pada waktu itu model kondisian klasik dari Pavlov telah memberikan
pengaruh yang kuat pada pelaksanaan penelitian. Istilah-istilah seperti cues
(pengisyaratan), purposive behavior (tingkah laku purposive) dan drive
stimuli (stimulus dorongan) dikemukakan untuk menunjukkan daya suatu stimulus
untuk memunculkan atau memicu suatu respon tertentu. Skinner tidak sependapat
dengan pandangan S-R dan penjelasan reflex bersyarat dimana stimulus terus
memiliki sifat-sifat kekuatan yang tidak mengendur. Menurut Skinner penjelasan
S-R tentang terjadinya perubahan tingkah laku tidak lengkap
untuk menjelaskan bagaimana organisme berinteraksi dengan lingkungannya.
Bukan begitu,banyak tingkah laku menghasilkan perubahan atau konsekuensi pada
lingkungan yangmempunyai pengaruh terhadap organisme dan dengan begitu mengubah
kemungkinan organisme itu merespon nanti. Asas-asas kondisioning operan adalah
kelanjutan dari tradisi yang didirikan oleh John Watson. Artinya, agar
psikologi bisa menjadi suatu ilmu, maka studi tingkah laku harus dijadikan fokus
penelitian psikologi. Tidak seperti halnya teoritikus-teoritikus
S-R lainnya, Skinner menghindari kontradiksi yang ditampilkan oleh model
kondisioning klasik dari Pavlov dan kondisioning instrumental dari Thorndike.
Ia mengajukan suatu paradigma yang mencakup kedua jenis respon itu dan
berlanjut dengan mengupas kondisi-kondisi yang bertanggung jawab atas munculnya
respons atau tingkah laku operan
Eksperimen Skinner
Dalam eksperimen Skinner (Muhibbin Syah, 2003: 99), Skinner menggunakan seekor
tikus yang ditempatkan dalam sebuah peti yang kemudian terkenal dengan “Skinner
Box”. Peti sangkar ini terdiri atas dua komponen yaitu: manipulandum dan alat
pemberi reinforcement yang antara lain berupa wadah makanan. Manipulandum
adalah komponen yang dapat dimanipulasi dan gerakannya berhubungan dengan
reinforcement. Komponen ini terdiri dari tombol, batang jeruji, dan pengungkit.
(Rober, 1988).
Dalam eksperimen ini, mula-mula tikus mengeksplorasi pati sangkar dengan
berlari-lari atau mencakari dinding. Aksi ini disebut “”emitted behavior”
(tingkah laku yang terpancar tanpa mempedulikan stimulus tertentu). Sampai pada
suatu ketika secara kebetulan salah satu “emitted behavior” tersebut dapat
menekan pengungkit yang menyebabkan munculnya butir-butir makanan ke dalam
wadahnya sehingga tikus dapat mendapatkan makanan.
Butir-butir makanan ini merupakan reinforce bagi penekanan pengungkit.
Penekanan pengungkit inilah yang disebut tingakah laku operant yang akan terus
meningkat apabial diiringi dengan reinforcement, yakni pengauatan berupa
butir-butir makanan yang muncul.
Teori Operant Conditioning
Teori ini dikembangkan oleh B.F Skinner. Menurut
Skinner dalam (Dimyati Mahmud, 1989: 123) tingkah laku bukanlah sekedar respon
terhadap stimulus, tetapi suatu tindakan yang disengaja atau operant. Operant
ini dipengaruhi oleh apa yang terjadi sesudahnya. Jadi operant conditioning
atau operant learning itu melibatkan pengendalian konsekuensi.
Tingkah laku ialah perbuatan yang dilakukan seseorang pada situasi tertentu.
Tingkah laku ini terletak di antara dua pengaruh yaitu pengaruh yang
mendahuluinya (antecedent) dan pengaruh yang mengikutinya (konsekuensi). Hal
ini dapat dilukiskan sebagai berikut:
Antecedent –> tingkah laku
–> konsekuensi
atau
A –>
B
–>
C
Dengan demikian, tingkah laku dapat diubah dengan cara
mengubah antecedent, konsekuensi, atau kedua-duanya. Menurut Skinner,
konsekuensi itu sangat menentukan apakah seseorang akan mengulangi suatu
tingkah laku pada saat lain di waktu yang akan datang.
Prosedur Pembentukan Tingkah laku
Prosedur pembentukan tingkah laku dalam operant
conditioning (kondisioning operan) secara sederhana adalah sebagai berikut:
a) Mengidentifikasi hal-hal yang
merupakan reinforcer (hadiah) bagi tingkah laku yang akan dibentuk.
b) Menganalisis, kemudian mengidentifikasi
aspek-aspek kecil yang membentuk tingkah laku yang dimaksud. Aspek-aspek
tersebut lalu disususn dalam urutan yang tepat untuk menuju pada terbentuknya
tingkah laku yang dimaksud.
c) Berdasarkan urutan aspek-aspek
itu sebagai tujuan sementara, mengidentifikasi reinforcer (hadiah) untuk
masing-masing daerah itu.
d) Melakukan pembentukan tingkah laku, dengan
menggunakan urutan aspek-aspek yang telah tersusun itu. Kalau aspek pertama
telah dilakukan maka hadiahnya diberikan; hal ini akan mengakibatkan aspek itu
makin cenderung untuk sering dilakukan. Kalau itu sudah terbentuk, dilakukannya
aspek kedua yang diberi hadiah (aspek pertama tidak lagi memerlukan hadiah);
demikian berulang-ulang, sampai aspek kedua terbentuk. Setelah itu dilanjutkan
dengan aspek ketiga, keempat dan selanjutnya, sampai seluruh tingkah laku yang
diharapkan terbentuk.
Sebagai ilustrasi, misalnya dikehendaki agar sejumlah
mahasiswa mempunyai kebiasaan membaca jurnal profesional yang terdapat di
perpustakaan Fakultas pada waktu sore hari. Untuk membaca jurnal profesional
seperti yang dimaksudkan di atas, maka para mahasiswa tersebut harus:
1) Sore hari datang ke fakultas,
2) Masuk ruang perpustakaan,
3) Pergi ke tempat penyimpanan buku dan
jurnal,
4) Berhenti di tempat penyimpanan jurnal,
5) Memilih jurnal profesional yang
dimaksud,
6) Membawa jurnal itu ke ruang baca, dan
7) Membaca jurnal tersebut.
Kalau dapat diidentifikasikan hadiah-hadiah (tidak
harus berupa barang) bagi masing-masing aspek tingkah laku tersebut, yaitu
aspek 1 sampai dengan 7, maka akan dapat dilakukan pembentukan kebiasaan
tersebut.
Respon
Tingkah laku adalah hubungan antara perangsang dan
respon. Tingkah laku terjadi apabila ada stimulus khusus. Skinner berpendapat,
pribadi seseorang terbentuk dari akibat respon terhadap lingkungannya, untuk
itu hal yang paling penting untuk membentuk sebuah kepribadian adalah adanya
penghargaan dan hukuman. Penghargaan akan diberikan untuk respon yang
diharapkan sedangkan hukuman untuk respon yang salah. Pendapat skinner ini
memusatkan hubungan antara tingkah laku dan konsekuen. Contoh, jika tingkah
laku individu segera diikuti oleh tingkah laku menyenangkan, individu akan
menggunakan tingkah laku itu lagi sesering mungkin.
Konsekuen menyenangkan akan memperkuat tingkah laku,
sementara konsekuen yang tidak menyenangkan akan memperlemah tingkah laku.
Jadi, konsekuen yang menyenangkan akan bertambah frekuensinya, sementara
konsekuensi yang tidak menyenangkan akan berkutrang frekuensinya. Skinner
membedakan adanya dua macam respon, yaitu:
- Respondent
response (reflexive
response), yaitu respom yang ditimbulkan oleh suatu perangsang-perangsang
tertentu. Misalnya, keluar air liur saat melihat makanan tertentu.
Perangsang-perangsang yang demikian itu disebut eliciting stimuli,
menimbulkan respon-respon yang relatif tetap. Pada umumnya,
perangsang-perangsang yang demikian mendahului respon yang ditimbulkannya.
- Operant
response (instrumental
response), yaitu respon yang timbul dan berkembangnya diikuti oleh
perangsang-peerangsang tertentu. Perangsang yang demikian itu disebut reinforcing
stimuli atau reinforcer, karena perangsang itu memperkuat
respon yang telah dilakukan oleh organisme. Jadi, perangsang yang demikian
itu mengikuti (dan karenanya memperkuat) sesuatu tingkah laku tertentu
yang telah dilakukan. Jika seorang anak belajar (telah melakukan
perbuatan), lalu mendapat hadiah, maka ia akan menjadi lebih giatbelajar
(intensif/ kuat).
Pada kenyataannya, respon jenis pertama
(respondent/reflexive response/behavior) sangat terbatas adanya pada manusia.
Sebaliknya operant response/behavior merupakan bagian terbesar dari tingkah laku
manusia dan kemungkinan untuk memodifikasinya hampir tak terbatas. Oleh karena
itu, fokus teori Skinner adalah pada respons atau jenis tingkah laku yang kedua
ini. Persoalannya adalah bagaimana menimbulkan, mengembangkan dan memodifikasi
tingkah laku-tingkah laku tersebut (dalam belajar atau dalam pendidikan).
Pola-pola respon
Apabila reinforcement didasarkan pada prinsip interval
tetap, dapat diduga pola respon yang bakal muncul. Tetapi dengan menggunakan
prinsip interval bervariasi, pola respon yang muncul akan berbeda.
Penggunaan reinforcement secara beragam dapat juga
mempengaruhi cepat lambatnya murid melakukan tugas-tugas belajar. Kalau
reinforcement iu didasarkan atas banyaknya respon yang diberikan seseorang,
murid akan lebih cermat mengendalikan waktu yang digunakan untuk reinforcement.
Semakin cepat murid mengumpulkan respon yang benar, semakin cepat pula
reinforcement diperolehnya.
Aspek lain yang dikenakannya reinforcement adalah
kegigihan berusaha. Kalau reinforcement sama sekali tidak diberikan, orang akan
kendur semangat dan akhirnya tidak merespon sama sekali atau tingkah laku itu
akan menghilang. Apabila reinforcement diberikan setiap kali, seseorang akan
cepat berhenti merespon manakala reinforcement itu berhenti, demikian pula
kalau yang diberikan pola reinforcement tetap. Agar murid terus tetap aktif,
yang palingtepat adalah menggunakan pola reinforcement bervariasi.
Mengendalikan konsekuensi
Konsekuensi yang timbul dari tingkah laku tertentu dapat menyenangkan dan atau
pun tidak menyenangkan bagi yang bersangkutan. Ada dua hal yang perlu
disinggung sehubungan dengan pengendalian konsekuensi, yaitu:
Reinforcement
Dalam pergaulan sehari-hari, reinforcement kurang
lebih berarti “hadiah”. Dalam dunia psikologi, reinforcement adalah konsekuensi
yang memperkuat tingkah laku. Setiap konsekuensi itu adalah pemberi
reinforcement (reinforcer) kalau dia memperkuat tingkah laku berikutnya.
Tingkah laku-tingakah laku yang diikuti dengan reinforcement akan diulang-ulang
di waktu yang akan datang.
Reinforcement positif
Disebut reinforcement positif apabila suatu stimulus terentu (menyenangkan)
ditunjukkan atau diberikan sesudah suatu perbuatan dilakukan. Misalnya, uang
atau pujian diberikan kepada seorang anak yang memperoleh nilai A pada mata
pelajaran tertentu.
Reinforcement negative
Dinamakan reinforcement negative apabila suatu stimulus tertentu (tidak
menyenangkan) ditolak atau dihindari. Reinforcement negative memperkuat tingkah
laku dengan cara menghindari stimulus yang tidak menyenangkan. Kalau suatu
perbuatan tertentu menyebabkan seseorang menghindari sesuatu yang tidak
menyenangkan, ayng bersangkutan cenderung mengulangi perbuatan yang sama
apabila pada suatu saat menghadapi situasi yang serupa. Misalnya, murid yang
berungkali dipanggil menghadap Kepsek, pelanggaran disiplin yang dilakukannya
itu menjadi bertambah kuat karena dia tetap saja melakukannya.
Hukuman
Reinforcement negative seringkali dikacaukan dengan
hukuman. Proses reinforcement selalu berupa memperkuat tingkah laku.
Sebaliknya, hukuman mengandung pengurangan atau penekanan tingkah laku.
Suatu perbuatan yang diikuti hukuman, kecil kemungkinannya diulangi lagi pada
situasi-situasi yang serupa di saat lain. Hukuman dibedakan menjadi dua:
–
Presentation punishment
Terjadi apabila stimulus yang tidak menyenangkan
ditunjukkan atau diberikan. Misalnya, guru memberikan tugas-tugas tambahan
karena kesalahan-kesalanan yang dibuat murid.
–
Removal punishment
Terjadi apabila stimulus tidak ditunjukkan atau
diberikan, artinya menghilangkan sesuatu yang menyenangkan atau diinginkan.
Misalnya anak-anak tidak diperkenankan nonton tv selama seminggu sehingga lalu
tidak mau belajar.
Penerapan reinforcement
Apabila seseorang belajar sesuatu yangbaru, akan lebih
cepat kalau setiap responnya yang benar diberi reinforcement. Praktek seperti
ini disebut reinforcement berkesinambungan. Tetapi sekali respon ini dikuasai,
lebih baik diberikan reinforcement berselang-seling, yaitu seringkali memberikan
reinforcement tetapi tidak setiap kali, dengan alasan:
Memberikan reinforcement kepada setiap respon yang
benar itu akan memakan banyak waktu dan tidak praktis.
Reinforcement berselang-seling membantu murid untuk
tidak mengharap-harap reinforcement setiap saat.
Mengendalikan antecedent
Antecedent dapat berupa pemberitahuan atau ajakan
sebelum seseorang diminta melakukan sesuatu. Antecedent dapat menimbulkan
konsekuensi yang positif maupun yang negative. Menginngatkan lebih dulu itu
penting. Kalau murid berbuat sesuai denagn peringatan tersebut, guru tinggal
memberikan reinforcement saja. Tanpa itu, barangkali guru tidak pernah
berkesempatan memberikan reinforcement kepada perilaku murid yang benar, sebab
murid bisa jadi tidak ingat untuk berbuat yang benar itu.
Pengaruh Teori Skinner
Teori Skinner sangat berpengaruh besar pada saat ini,
terutama di Amerika Serikat dan negara-negara lainnya. Di dunia pendidikan,
khususnya dalam lapangan metodologi dan teknologi pengajaran, pengaruh ini
sangat besar. Program-program inovatif dalam bidang pengajaran sebagian besar
disusun berdasarkan teori Skinner. Program-program tersebut misalnya:
- Programmed
Instruction, dan sarananya programmed book.
- Computer
Assisted Instruction (CAI), dan
- Program
yang menggunakan teaching machine.
Dalam kehidupan sehari-hari teori Skinner tentang
pengkondisian ini sangat diminati saat ini karena memang memiliki fungsi
yang sangat membantu manusia. Melalui teori ini orang-orang dapat melatih
hewan peliharaan (kucing, anjing, burung dll.) maupun hewan-hewan yang berguna
dalam membantu manusia (merpati, anjing polisi dll.). Dalam pengkondisian
operan menurut Skinner ini, para pelaku eksperimen dapat
mendorong perilaku baru dengan mengambil manfaat dari perbedaan tindakan
subyek. Untuk melatih seekor anjing,agar bisa menekan bel dengan
moncongnya, seorang penyelidik dapat memberikan imbalan setiap kali anjing
tersebut mendekati kawasan bel, serta memberi isyarat bagi anjing untuk
menyentuh bel. Dan jika akhirnya bel tersentuh, kembali diberi imbalan
(penguatan).Dengan cara ini juga burung dara dapat dilatih dengan membentuk
respon operan untuk menemukan lokasi orang-orang yang hilang di laut;
ikan lumba-lumba dilatih untuk menarik peralatan di bawah air.
Teori Skinner ini juga sangat berpengaruh dalam dunia pendidikan, dimana
rata-rata system pendidikan saat ini menerapkan system pengkondisian
Skinner. Saat sensitifnya masalah hak asasi manusia (HAM), maka penerapan
hukuman di dunia pendidikan mulai dikurangi dan beralih ke cara yang dperkenalkan
Skinner yaitu bahwa hukuman tidak perlu, yang diperlukan adalah memberi hadiah
bagi yang berprestasi untuk merangsang anak-anak yg tidak berprestasi untuk
belajar lebih baik lagi.
Generalisasi
Jika siswa belajar untuk tetap duduk dengan tenang di
kursi mereka masing-masing dan mengerjakan soal-soal matematika, apakah tingkah
laku mereka juga sama ketika mengerjakan soal-soal sejarah? Jika siswa dapat
mengerjakan 7 kelereng dikurangi 3 kelereng sama dengan 4, dapatkah mereka
mengerjakan 7 jeruk dikurangi 3 jeruk sama dengan 4?
Semua ini adalah pertanyaaan-pertanyaan generalisasi
dari tingkah laku yang dipelajari di bawah satu situasi ke situasi lain.
Yang dimaksud dengan generalisasi adalah penguatan yang hampir sama dengan
penguatan sebelumnya yang akan mendapat respon yang sama. Dapat juga
generalisasi diartikan sebagai kecenderungan organism (manusia) untuk
memberikan respon tidak saja pada stimulus khusus yang dilatih, tetapi juga
pada stimulus lain yang berhubungan. Organism cenderung menggeneralisasilkan
apa yang di pelajarinya. Contohnya adalah bila anak kecil diberi kertas.
Setelah bermain kertas, kemudian ia menarik taplak meja yang dianggapnya sama
dengan kertas. Jadi, ia merespon yang sama untuk stimuli yang berbeda.
Generalisasi tidak dapat dianggap selalu benar atau dianggap pasti.
Biasanya jika suatu program pengaturan tingkah laku sukses di suatu situasi,
kemudian diterapkan di situasi lain, tingkah laku siswa tidak secara otomatis
sukses. Malahan, siswa belajar untuk membedakan situasi-situasi itu. Tingkah
laku mereka sedikit berbeda dalam setiap situasi menurut perbedaan
aturan-aturan dan harapan.
Generalisasi biasanya terjadi bila direncanakan.
Contohnya, program mengatur tingkah laku yang digunakan di kelas bahasa mungkin
ditransfer ke kelas biologi untuk meyakinkan generalisasi pada situasi itu.
Generalisasi barangkali terjadi dengan menjelaskan situasi yang sama atau
menjelaskan konsep-konsep yang sama dari pada menjelaskan konsep yang berbeda
atau situasi yang berbeda. Walaupun demikian, dalam situasi yang tampak sangat
sama generalisasi tidak terjadi. Guru seharusnya tidak mengasumsikan bahwa
dalam situasi yang sama siswa akan bertingkah laku sama,karena siswa dapat
melakukan sesuatu di bawah suatu linkungan situasi, tetapi mereka juga dapat
semua itu di bawah situasi yang berbeda. Hal ini terjadi karena mungkin siswa
tidak melihat tanda-tanda yang sama antara dua situasi. Atau mungkin mereka
melihat tanda-tanda, tetapi tidak termotivasi untuk meresponnya.
Diskriminasi
Kapan sebaiknya waktu yang paling tepat untuk
menanyakan kenaikan gaji pada atasan kita? Jawabannya tentunya ketika
perusahaan sedang menanjak dan berjalan dengan baik, atasan kita berbahagia,
atau kita baru saja membuat [restasi belajar yang sangat baik. Hal tersebut
kita ketahui karena kita telah belajar untuk mendiskriminasi antara waktu yang
tepat dan waktu yang tidak tepat dalam menanyakan soal kenaikan gaji kita.
Diskriminasi adalah belajar memberikan respons
terhadap suatu stimulus dan tidak memberikan respon terhadap stimulus lain,
walaupun stimulus itu berhubungan dengan stimulus pertama. Atau dengan
menggunakan tanda-tanda atau informasi untuk mengetahui kpan tingkah laku akan
di-reinforced. Kondisi keuangan perusahaan, situasi atasan kita, dan
hasil kerja kita baru-baru ini adalah diskriminasi stimuli dengan melihat
kesempatan kemungkinan permohonan kita dalam menaikkan gaji akan berhasil.
Belajar adalah menguasai suatu bahan dan diskriminasi
yang lebih kompleks. Contoh, semua huruf, angka, kata-kata, dan simbol-simbol
matematika adalah diskriminasi stimuli. Seorang anak kecil belajar unruk
mendiskriminasikan antara huruf b dan d. Anak yang lebih besar membedakan kata
efektif dan efisien.
Penggunaan diskriminasi stimuli yang efektif sangat
penting dalam pengajaran dan pengelolaan kelas. Dalam teori, seorang guru dapat
menunggu sampai siswa siswi melakukan sesuatu yang bermanfaat dan kemudian
diperkuat (di-reinforced), tetapi ini tidak efisien. Mungkin lebih baik
guru memberikan pesan kepada siswa siswanya dengan mengatakan, “Saya akan
memberikan hadiah jika kamu dapat bekerja dengan baik”. Ini dengan jelas
menunjukkan bahwa siswa harus melakukan tugasnya untuk diperbuat, sehingga guru
dapat menghindari siswa menghabiskan waktu dengan kegiatan yang sama. Jika
siswa tahu bahwa apa yang dikerjakan akan memberi hasil, mereka akan selalu
bekerja keras, apapun pekerjaan itu.
Analisa Perilaku terapan dalam pendidikan
Analisis Perilaku terapanadalah penerapan prinsip
pengkondisian operan untuk mengubah perilaku manusia. Ada tiga penggunaan
analisis perilaku yang penting dalam bidang pendidikan yaitu :
1. Meningkatkan perilaku yang diharapkan
Ada lima strategi pengkondisian operan dapat dipakai
untuk meningkatkan perilaku anak yang diharapkan yaitu:
a. Memilih Penguatan yang efektif
Tidak semua penguatan akan sama efeknya bagi anak.
Analisis perilaku terapan menganjurkan agar guru mencari tahu penguat apa yang
paling baik untuk anak, yakni mengindividualisasikan penggunaan penguat
tertentu. Untuk mencari penguatan yang efektif bagi seorang anak, disarankan
untuk meneliti apa yang memotivasi anak dimasa lalu, apa yang dilakukan murid
tapi tidak mudah diperolehnya, dan persepsi anak terhadap manfaat dan nilai
penguatan. Penguatan alamiah seperti pujian lebih dianjurkan ketimbang penguat
imbalan materi, seperti permen, mainan dan uang.
b. Menjadikan penguat kontingen dan tepat waktu
Agar penguatan dapat efektif, guruharus memberikan
hanya setelah murid melakukan perilaku tertentu. Analisis perilaku terapan
seringkali menganjurkan agar guru membuat pernyataan “jika…maka”. penguatan
akan lebih efektif jika diberikan tepat pada waktunya, sesegera mungkin setelah
murid menjalankan tindakan yang diharapkan. Ini akan membantu anak melihat
hubungan kontingensi antar-imbalan dan perilaku mereka. Jika anak menyelesaikan
perilaku sasaran (seperti mengerjakan sepuluh soal matematika) tapi guru tidak
memberikan waktu bermain pada anak, maka anak itu mungkin akan kesulitan
membuat hubungan kontingensi.
c. Memilih jadwal penguatan terbaik
Menyusun jadwal penguatan menentukan kapan suatu
respons akan diperkuat. Empat jadwal penguatan utama adalah
1). Jadwal rasio tetap: suatu perilaku diperkuat
setelah sejumlah respon.
2). Jadwal rasio variabel : suatu perilaku diperkuat setelah
terjadi sejumlahrespon, akan tetapi tidak berdasarkan basis yang dapat
diperidiksi.
3). Jadwal interval – tetap : respons tepat pertama setelah
beberapa waktu akan diperkuat.
4). Jadwal interval – variabel : suatu respons
diperkuat setelah sejumlah variabel waktu berlalu.
d. Menggunakan Perjanjian (contracting)
Adalah menempatkan kontigensi penguatan dalam tulisan.
Jika muncul problem dan anak tidak bertindak sesuai harapan, guru dapat merujuk
anak pada perjanjian yang mereka sepakati. Analisis perilaku terapan menyatakan
bahwa perjanjian kelas harus berisi masukan dari guru dan murid. Kontrak kelas
mengandung pernyataan “jika… maka” dan di tandatangani oleh guru dan murid, dan
kemudian diberi tanggal.
e. Menggunakan penguatan negatif secara efektif
Dalam penguatan negatif, frekuensi respons meningkat
karena respon tersebut menghilangkan stimulus yang dihindari seorang guru
mengatakan “Fika, kamu harus menyelesaikan PR mu dulu diluar kelas sebelum kamu
boleh masuk kelas ikut pembelajaran” ini berarti seorang guru menggunakan
penguatan negatif.
2. Menggunakan dorongan (prompt) dan
pembentukkan (shaping).
Prompt (dorongan) adalah stimulus tambahan atau
isyarat tambahan yang diberikan sebelum respons dan meningkatkan kemungkinan respon
tersebut akan terjadi. Shapping (pembentukan) adalah mengajari perilaku
baru dengan memperkuat perilaku sasaran.
3. Mengurangi perilaku yang tidak diharapkan.
Ketika guru ingin mengurangi perilaku yang tidak
diharapkan (seperti mengejek, mengganggu diskusi kelas, atau sok pintar) yang
harus dilakukan berdasarkan analisis perilaku terapan adalah
a. Menggunakan Penguatan Diferensial.
b. Menghentikan penguatan (pelenyapan)
c. Menghilangkan stimuli yang diinginkan.
d. Memberikan stimuli yang tidak disukai (hukuman).
Kelebihan dan kekurangan Teori B.F. Skinner
1. Kelebihan
Pada teori ini, pendidik diarahkan untuk menghargai
setiap anak didiknya. hal ini ditunjukkan dengan dihilangkannya sistem hukuman.
Hal itu didukung dengan adanya pembentukan lingkungan yang baik sehingga
dimungkinkan akan meminimalkan terjadinya kesalahan.
2. Kekurangan
Tanpa adanya sistem hukuman akan dimungkinkan akan
dapat membuat anak didik menjadi kurang mengerti tentang sebuah kedisiplinan.
hal tersebuat akan menyulitkan lancarnya kegiatan belajar-mengajar. Dengan
melaksanakan mastery learning, tugas guru akan menjadi semakin berat.
Beberapa Kekeliruan dalam penerapan teori Skinner
adalah penggunaan hukuman sebagai salah satu cara untuk mendisiplinkan siswa.
Menurut Skinner hukuman yang baik adalah anak merasakan sendiri konsekuensi
dari perbuatannya. Misalnya anak perlu mengalami sendiri kesalahan dan
merasakan akibat dari kesalahan. Penggunaan hukuman verbal maupun fisik
seperti: kata-kata kasar, ejekan, cubitan, jeweran justru berakibat buruk pada
siswa.
Selain itu kesalahan dalam reinforcement positif juga
terjadi didalam situasi pendidikan seperti penggunaan rangking Juara di kelas
yang mengharuskan anak menguasai semua mata pelajaran. Sebaliknya setiap anak
diberi penguatan sesuai dengan kemampuan yang diperlihatkan sehingga dalam satu
kelas terdapat banyak penghargaan sesuai dengan prestasi yang ditunjukkan para
siswa: misalnya penghargaan di bidang bahasa, matematika, fisika, menyanyi,
menari atau olahraga.
Beberapa Kekeliruan dalam penerapan teori Skinner
adalah penggunaan hukuman sebagai salah satu cara untuk mendisiplinkan siswa.
Menurut Skinner hukuman yangbaik adalah anak merasakan sendiri konsekuensi dari
perbuatannya. Misalnya anak perlu mengalami sendiri kesalahan dan
merasakan akibat dari kesalahan. Penggunaan hukuman verbal maupun fisik
seperti: kata-kata kasar, ejekan, cubitan, jeweran justruberakibat buruk pada
siswa
Aplikasi Teori Skinner Terhadap Pembelajaran.
Dari penjelasan terperinci diatas tentang operant
conditioning dapat diambil kesimpulan bahwa operant conditioning merupakan
teori belajar yang menjelaskan bahwa sesuatu yang diikuti oleh konsekuensi yang
menyenangkan akan cenderung diulang-ulang. Beberapa aplikasi teori belajar
Skinner dalam pembelajaran adalah sebagai berikut:
• Bahan yang dipelajari dianalisis sampai pada
unit-unit secara organis.
• Hasil berlajar harus segera diberitahukan kepada
siswa, jika salah dibetulkan dan jika benar diperkuat.
• Proses belajar harus mengikuti irama dari yang
belajar.
• Materi pelajaran digunakan sistem modul.
• Tes lebih ditekankan untuk kepentingan diagnostic.
• Dalam proses pembelajaran lebih dipentingkan
aktivitas sendiri.
• Dalam proses pembelajaran tidak dikenakan hukuman.
•Dalam pendidikan mengutamakan mengubah lingkungan
untuk mengindari pelanggaran agar tidak menghukum.
• Tingkah laku yang diinginkan pendidik diberi hadiah.
• Hadiah diberikan kadang-kadang (jika perlu)
• Tingkah laku yang diinginkan, dianalisis
kecil-kecil, semakin meningkat mencapai tujuan
• Dalam pembelajaran sebaiknya digunakan shaping.
• Mementingkan kebutuhan yang akan menimbulkan tingkah
laku operan.
• Dalam belajar mengajar menggunakan teaching machine.
• Melaksanakan mastery learning yaitu mempelajari bahan
secara tuntas menurut waktunya masing-masing karena tiap anak berbeda-beda
iramanya. Sehingga naik atau tamat sekolah dalam waktu yang berbeda-beda. Tugas
guru berat,administrasi kompleks.
PENUTUP
Kesimpulan
Teori belajar menurut B.F Skinner yaitu Operant
Conditioning merupakan suatu bentuk belajar yang mana kehadiran respon
berulang-ulang dikendalikan oleh konsekuensinya, dimana individu cenderung
mengulang-ulang respon yang diikuti oleh konsekuensi yang menyenangkan. Adanya
hukuman dan hadiah yang diberikan akan membuat individu lebih mudah untuk
belajar.
Menurut Skinner unsur yang terpenting dalam belajar
adalah adanya penguatan (reinforcement ) dan hukuman (punishment).Penguatan
(reinforcement) adalah konsekuensi yang meningkatkan probabilitas bahwa suatu
perilaku akan terjadi. Sebaliknya, hukuman (punishment) adalah
konsekuensi yang menurunkan probabilitas terjadinya suatu perilaku.
DAFTAR PUSTAKA
Djiwandono, Sri Esti Muryani. 2001. Psikologi Pendidikan.
Jakarta : Grasindo
Gredler, Margaret E. Bell. 1994. Belajar dan
pembelajaran. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
Mahmud, Drs. M. Dimyati. 1989. Psikologi
Pendidikan. Jakarta: Depdikbud
Purwanto, Ngalim. 1990. Psikologi Pendidikan. Bandung
: PT. Remaja Rosda Karya
Suryabrata, Sumadi. 2004. Psikologi Pendidikan. Jakarta
: Raja Grafindo Persada
Syah M.Ed., Muhibbin. 2003. Psikologi Belajar. Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada
No comments:
Post a Comment
komunikasi
email: choirulalfa77@gmail.com