Kepemimpinan dalam
Perusahaan
I.Pola Hubungan Antar tenaga
Kerja dalam Perusahaan
Dalam organisasi formal dapat kita bedakan dua macam manajer
sebagai pemimpin, pertama yang mengepalai keseluruhan organisasi; kedua yang
mengepalai satu bagian atau satu unit dari organisasi.
Pemimpin yang mengepalai seluruh organisasi adalah manajer
puncak (direkturutama, direktur, general manager). Ia juga dapat merupakan
seorang wirausaha (entrepreneur), seorang yang memulai dan memiliki usahanya
sendiri, yang memimpin perusahaannya sendiri. Pemimpin yang mengepalai suatu
unit dalam organisasi merupakan para manajer madya dan manajer pertama (para
penyelia = supervisor).Ada empat macam pola hubungan antartenaga kerja, yaitu
pola hubungan antartenaga kerja pada tingkat:
a.
Manajemen puncak
b.
Manajemen madya
c.
Manajemen pertama
d.
Tenaga kerja produktif
a.
Pola Hubungan Antartenaga
Kerja Tingkat Manajemen Puncak
Manajer
puncak lebih banyak berhubungan dengan orang-orang yang berkerja di luar
organisasi perusahaannya. Manajer pucak secara langsung memimpin bawahannya,
para manajer madya. Karena itu kepribadiannya, sistem nilainya, sikap-sikap dan
perilakunya mempunyai dampak pada keseluruhan organisasi perusahaan.
b.
Pola Hubungan Antartenaga
Kerja Tingkat Manajemen Madya
Manajer madya mempunyai hubungan
dengan atasan, rekan setingkat dan bawahan yang semua menduduki jabatan
kepemimpinan. Manajer madya juga mempunyai peranan ganda. Berperan sebagai
bawahan, rekan, atasan dan wakil dari perusahaan.
Manajer madya merupakan
penghubung yang sangat penting dan yang kreatif antara tingkat-tingkat
manajemen rendah dan tinggi. Kepemimpinannya lebih bercorak perorangan, manajer
madya lebih banyak menghadapi manajer bawahannya secara sendiri-sendiri
daripada secara kelompok. Cara memimpin bawahannya dipengaruhi pula oleh
bagaimana ia sebagai bawahan dipimpin oleh atasannya. Pengaruh kepemimpinannya
akan dirasakan oleh seluruh kesatuan kerja yang dipimpinnya.
c.
Pola Hubungan Antartenaga
Kerja Tingkat Manajemen Pertama
Manajer pertama memiliki pola
hubungan antarnegara kerja yang serupa dengan pola hubungan antartenaga kerja
tingkat manajemen madya. Ia juga berperan ganda sebagai atasan, bawahan, rekan
dan wakil perusahaan. Bedanya ialah bawahannya bukan memegang jabatan pimpinan.
Manajer pertama juga disebut tenaga kerja-yang-berada-di tengah (the man-in- the-middle, Petit, 1975)
antara manajemen dan para pekerja. Kepemimpinannya sangat ditentukan oleh
keadaannya ini. Tergantung dari jenis pekerjaannya manajer pertama menghadapi
bawahannya secara perorangan atau kelompok.
d.
Pola Hubungan Antartenaga
Kerja Tingkat Tenaga Kerja Produktif
Pekerja, tenaga kerja produktif,
yang menduduki jabatan terendah dalam organisasi perusahaan, berhubungan dengan
rekan dan atasannya saja. Peran utamanya ialah sebagai bawahan. Ia hanya dapat
“melihat” ke samping dan ke atas saja. Namun demikian dapat memberikan pengaruh
yang nyata pada keberhasilan kepemimpinan atasannya.
Pola hubungan antartenaga kerja
bersifat hubungan ketergantungan. Setiap tenaga kerja dalam pelaksanaan
pekerjaannya tergantung pada tenga kerja lainnya. Ketergantungan ini dapat
merupakan ketergantungan yang seimbang (masing-masing tenaga kerja memerlukan
tenaga kerja lain dalam derajat yang sama), dapat pula merupakan hubungan
ketergantungan yang tidak seimbang (tenaga kerja yang satu lebih memerlukan
tenaga kerja lain daripada sebaliknya).
Corak hubungan ketergantungan
antartenaga kerja tidak bersifat menetap tapi dapat berubah-ubah coraknya
sesuai dengan tuntutan keadaan sesaat. Perubahan dalam corak hubungan
ketergantungan dapat secara sadar dan sengaja diciptakan atau dapat tanpa
sengaja terjadi.
II.Ciri-ciri Pribadi
a.
Ciri-ciri Pemimpin dari Bidang Manajemen Fungsional
Di setiap bidang manajemen fungsional
dapat ditemukan jabatan-jabatan manajemen pada tingkat tinggi, madya dan
pertama.
Berdasarkan tugas-tugas dan
wewenangnya, jabatan-jabatan manajemen dapat dikelompokkan ke dalam beberapa
jenis kelompok jabatan, sesuai dengan bidang manajemen fungsionalnya. Kelompok
jabatan manajemen yang berbeda-beda menurut kelompok ciri-ciri pribadi yang
berbeda-beda pula.
b.
Ciri-ciri Pemimpin pada Tingkat Organisasi yang Berbeda
Ghiselli (1971) menemukan
sembilan ciri-ciri pribadi, yang ia namakan bakat manajerial (managerial talent), yang memainkan
peranan yang penting dalam keberhasilan seorang manajer. Ciri-ciri tersebut,
menurut urutan kepentingannya, ialah:
1)
supervisory
ability
2)
the need
for occupational achievement
3)
the need
for self-actualization
4) intelligence
5) self-assurance
6)
decisiveness
7)
the lack of
the need for security
8)
the lack of
working class affinity
9)
initiative
|
Makin tinggi tingkat jabatan manajer,
makin “tinggi” ciri-ciri pribadi tersebut dimiliki oleh para manajer. Para
manajer yang berhasil memiliki ciri-ciri tersebut dalam derajat yang lebih
tinggi juga daripada para manajer yang kurang berhasil
C.
Ciri-ciri Manajer Puncak yang Berhasil
Bennis
dan Nanus (1985) menemukan dalam penelitian mereka terhadap 90 pemimpin
(semuanya adalah manajer puncak = chief
executive officers) yang berhasil empat macam keterampilan dalam
menangani manusia, yang mereka namakan:
1)
Attention
through vision. Pemimpin harus mempunyai vision. Vision atau bayangan masa depan usaha mereka sangat
jelas dan menarik perhatian orang.
2)
Meaning
through communication. Bayangan masa depan usaha dari
pemimpin harus dapat dikomunikasikan oleh pemimpin kepada bawahannya.
3)
Trust through
positioning. Jika vision
atau bayangan masa depan usaha telah dikomunikasikan, maka vision perlu diimplementasi. Positioning adalah perangkat tindakan
yang diperlukan untuk mengimplementasikan vision dari pemimpin.
4)
The
deployment of self through positive self-regard and through the Wallenda factor. Faktor utama dsri pemimpin yang berhasil ialah peluasan kreatif dari
diri, yang dapat dilakukan melalui menghargai diri secara positif
Motivasi kerja
Istilah motivasi
pertama kali berasal dari kata dalam bahasa latin yaitu movere yang berarti
berpindah (to move). Namun dari satu
kata tersebut kita tidak mengetahui definisi dari motivasi secara menyeluruh.
Menurut dari Greenberg & Baron (1997): Motivation as a set of process that
arouse, direct, and maintan human behavior toward attaining some goal. Disini
kita mengetahui bahwa motivasi terdiri dari 3 komponen , yang pertama yaitu
arousal adalah dorongan(drive) energy di balik perilaku. Yang kedua adalah
direction, arah tindakan yang diambil atau pilahan (choice) . Komponen ketiga
yaitu maintenance berarti seberapa lama perilaku tersebut dipertahankan, dan
ada 2 hal yang penting dalam membahas motivasi , 1. Motivasi merupakan konsep
abstrak yang tidak terlihat tetapi dapat disimpulkan dari perilaku yang
terlihat. Secara umum teori-teori motivasi dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu
: Content Theory dan Process Theory. Content Theory mengasumsikan bahwa
factor-faktor yang membangkitkan , mengarahkan, dan mempertahankan perilaku
berada di dalam diri individu. Sedangkan pada Process Theory , berusaha untuk
menggambarkan , bagaimana perilaku dibangkitkan, diarahkan dan dipertahankan.
A. PENDEKATAN AWAL PSIKOLOGI TENTANG MOTIVASI
1. Teori insting
Pada teori ini
memberikan penjelasan , bahwa perilaku didasaei oleh dua factor yaitu , Insting
dan motivasi tidak sadar (unconscious motivation). Mcdougall 1908, memberikan
definisi tentang insting sebagai disposisi psikologisyang dibawa sejak lahir
(innate) yang menentukan persepsi, pengalaman emosi terhadap suatu objek dan
tindakan dengan cara tertentu. Yang kedua Freud 1905, memberikan definisi
tentang Unconcious motivation berdasar observasinya menyatakan bahwa individu
tidak selalu sadar akan keinginan dan kebutuhannya , seperti mimpi , salah ucap
(slip of tongue) dan sindrom neurotic merupakan prinsip dari hedonism yang
berada pada tahap ketidaksadaran.
2. Teori Drive dan Reinforcement
Drive
merupakan sebuah dorongan/energi
berperilaku untuk memenuhi kebutuhan tertentu. Sebuah keadaan tergugah
yang terjadi karena adanya kebutuhan fisiologis. Individu akan mengupayakan
untuk mencapai kebutuhan tertentu. Teori Drive pertama kali dikemukakan oleh
Woodworth pada tahun 1918, untuk menggambarkan cadangan energy yang mendorong
organisme untuk berperilaku dengan cara tertentu. Teori beberapa kali
dikembangkan oleh beberapa ilmuwan salah satunya adalah Skinner, Skinner
mengubah pendekatan tersebut dengan lebih modern yaitu pendekatan
Reinforcement. Perbedaan antara Drive dan Reinforcement adalah, pada teori
drive kondisi internal individu meupakan factor utama padaperilaku , sedangkan
yang reinforcement, perilaku lebih ditentukan oleh konsekwensi dari perilaku .
B. Content
Theories.
1. Teori Hirarki Kebutuhan
Tahun 1954 , Maslow menyatakan bahwa
kebutuhan mempengaruhi perilaku seseorang sampai kebutuhan tersebut terpenuhi,
kebutuhan yang lebih rendah harus terpenuhi terlebih dahulu sebelum mencapai
kebutuhan selanjutnya, Menurutnya , jika
seseorang ingin menjadi sehat dan aman maka defiencynya harus terpenuhi .
Contoh Kebutuhan akan sandang pangan , kebutuhan akan rasa aman , dan kebutuhan
untuk dicintai dan dihormati. Sebaliknya growth needs berkaitan dengan potensi
pengembangan dan prestasi seseorang.
Maslow mengklasifikasikan 5 kebutuhan umum
dalam deficiency dan growth needs:
a. Kebutuhan fisik (physical needs)
Yaitu kebutuhan yang paling mendasar ,
yang meliputi kebutuhan sehari-hari untuk makan, minum, berpakaian, bertempat tinggal,
berrumahtangga dan sejenisnya.
b.
Kebutuhan keamanan (safety needs)
Yang meliputi kebutuhan untuk memperoleh
keselamatan, keamanan, jaminan atau perlindungan dari ancaman-ancaman yang
membahayakan kelangsungan hidupnya.
c.
Kebutuhan Sosial (social need)
Kebutuhan untuk disukai dan menyukai,
dicintai dan mencintai, bergaul, bermasyarakat dan sejenisnya.
d.
Kebutuhan pengakuan/haraga diri (the needs of esteems)
Kebutuhan untuk memperoleh kehormatan,
penghormatan, pujian, penghargaan dan pengakuan.
e.
Kebutuhan mengaktualisasikan diri .(the needs for self actualization)
Kebutuhan untuk melakukan pekerjaan sesuai
dengan kemampuan yang dimiliki. Kebutuhan ini mencakup kebutuhan untk menjadi
kreatif, kebutuhan untuk dapat merealisasikan potensinya secara penuh.
2. Teori Existence-Relatedness-Growth
Teori motivasi ini yang dikenal sebagai
teori ERG sebagai singkatan dari Existence, Relatedness, dan Growth need,
dikembangkan oleh Alderfer, dan merupakan salah satu modifikasi dan reformulasi
dari teori tata tingkat kebutuhan dari Maslow. Alderfer mengelompokkan
kebutuhan ke dalam tiga kelompok, yaitu:
a.
Kebutuhan eksistensi (existence need), merupakan kebutuhan akan
substansi material seperti keinginan untuk memperoleh makanan, air, perumahan,
uang, mebel, dan mobil. Kebutuhan ini mencakup kebutuhan fisiologikal dan
kebutuhan rasa aman dari Maslow.
b.
Kebutuhan hubungan (relatedness need), merupakan kebutuhan untuk membagi
pikiran dan perasaan dengan orang lain dan membiarkan mereka menikmati hal-hal
yang sama dengan kita. Kebutuhan ini mencakup kebutuhan sosial dan bagian
eksternal dari kebutuhan esteem (penghargaan dari Maslow.
c.
Kebutuhan pertumbuhan (growth needs), merupakan kebutuhan-kebutuhan yang
dimiliki seseorang untuk mengembangkan kecakapan mereka secara penuh. Selain
kebutuhan aktualisasi diri, juga mencakup bagian intrinsik dari kebutuhan harga
diri dari Maslow.
3. Teori
Motivasi-Hygiene
Teori ini
dikemukakan oleh Herzberg, dimana penelitian awal Herzberg menggunakan sampel
beberapa ratus akuntan dan insinyur. Herzberg dan koleganya menggunakan metode
critical incident untuk memperoleh data pada penelitian ini. Subyek penelitian
diberi 2(dua) jenis pertanyaan yaitu (1) Can you describe in detail, when you
felt exceptionally good about your job (2) Can you describe in detail, when you
felt exceptionally bad about your job ? Hasil penelitian menunjukkan bahwa
karyawan factor yang memuaskan yang disebut motivator berasal dari pekerjaan itu sendiri , seperti keinginan
berprestasi , tanggung jawab, perluasan dan pengembangan tugas yang berasal dari pekerjaan. Sebaliknya pengalaman
yang tidak memuaskan yang disebut hygiene berasal dari luar pekerjaan,
misalnnya kebijakan perusahaan , gaji, hubungan antar karyawan dan
gayasupervisi.
4. Teori Learned Needs McClelland
Menurut
McClelland, individu memperoleh sejumlah kebutuhan dari budaya masyarakat yang
dipelajari melalui sesuatu yang mereka alami. Ada 4 kebutuhan menurut menurut
McClelland yaitu:
a. Kebutuhan
Berprestasi
Didefinisian sebagai perilaku ke arah kompetisi dengan standar yang memuaskan, menurut McClelland ada 4 karakteristik yaitu:1. Memiliki keinginan kuat untuk mengambil tanggung jawab pribadi atas pengambilan keputusan atau penyelesaian tugas 2. Cenderung membuat tujuan dengan tingkat kesulitan yang sedang dan memperhitungkan resiko. 3. Keinginan yang kuat untuk mendapat umpan balik yang konkret. 4. A single minded preocupation with task accomplishment.
Didefinisian sebagai perilaku ke arah kompetisi dengan standar yang memuaskan, menurut McClelland ada 4 karakteristik yaitu:1. Memiliki keinginan kuat untuk mengambil tanggung jawab pribadi atas pengambilan keputusan atau penyelesaian tugas 2. Cenderung membuat tujuan dengan tingkat kesulitan yang sedang dan memperhitungkan resiko. 3. Keinginan yang kuat untuk mendapat umpan balik yang konkret. 4. A single minded preocupation with task accomplishment.
b.
Kebutuhan untuk
Berkuasa
Didefinisikan sebagai kebutuhan untuk mengendalikan lingkungan, mempengaruhi perilaku orang lain, dan mengambil tanggung jawab atas mereka. Memiliki karakteristik 1. Berkeinginan kuat untuk mengarahkan dan mengendalikan orang lain. 2. Memiliki perhatian untuk menjaga hubungan atasan dan bawahan .
Didefinisikan sebagai kebutuhan untuk mengendalikan lingkungan, mempengaruhi perilaku orang lain, dan mengambil tanggung jawab atas mereka. Memiliki karakteristik 1. Berkeinginan kuat untuk mengarahkan dan mengendalikan orang lain. 2. Memiliki perhatian untuk menjaga hubungan atasan dan bawahan .
c. Kebutuhan
untuk Berafiliasi
Didefinisikan sebagai suatu ketertarikan pada orang lain yang bertujuan untuk meyakinkan perasaan bahwa dirinya dapat diterima oleh mereka . memiliki 3 karakteristik yaitu: 1. Keinginan yang kuat untuk bersepakat dan memperoleh dukungan dari luar. 2. Cenderung menyesuaikan diri terhadap perasaan dan norma orang lain saat ditekan oleh hbungan persahabatan yang dinilai mereka berharga. 3. Memiliki keinginan yang tulus untuk menjaga perasaan orang lain.
Didefinisikan sebagai suatu ketertarikan pada orang lain yang bertujuan untuk meyakinkan perasaan bahwa dirinya dapat diterima oleh mereka . memiliki 3 karakteristik yaitu: 1. Keinginan yang kuat untuk bersepakat dan memperoleh dukungan dari luar. 2. Cenderung menyesuaikan diri terhadap perasaan dan norma orang lain saat ditekan oleh hbungan persahabatan yang dinilai mereka berharga. 3. Memiliki keinginan yang tulus untuk menjaga perasaan orang lain.
d. Kebutuhan
untuk Otonom
Didefinisikan sebagai keinginan untuk independen. Individu dengan Aut tinggi cenderung ingin bekerja sendiri, mengendalikan sendiri liingkungan kerjanya dan tidak suka terlalu terikat pada aturan dan prosedur yang kaku.
Didefinisikan sebagai keinginan untuk independen. Individu dengan Aut tinggi cenderung ingin bekerja sendiri, mengendalikan sendiri liingkungan kerjanya dan tidak suka terlalu terikat pada aturan dan prosedur yang kaku.
C. Process Theory
Content theory
mengkonsepkan perilaku sebagai produk dari
karakteristik psikologis yang dibawa sejak lajir, sebaiknya teori proses
memandang perilaku sebagai hasil atau
sedikitnya pada proses pembuatan. Ada 3 teori penting yang akan dibahas disini
yaitu :
1. Teori Harapan (expectancy theory)
Vroom
adalah orang pertama yang mengemukakan
yang sistematis tentang teori harapan(expectancy) yang khusus
dikembangkan dalam situasi kerja. Model ini didasarkan pada asumsi bahwa
individu membuat pilihan yang sadar dan rasional tentang perilaku kerjanya.
Dibawah ini, akan dibahas mengenai cara
untuk memahami model ini :
a. Hasil (outcomes) adalah konsekwensi yang telah diantisipasi dan dipersepsi individu akan mengikuti suatu perilaku kerja tertentu. Misalnya kenaikan upah, penerimaan kelompok atau rasa lelah.
b. Valensi (valence) berkenaan dengan menarik atau tidak menariknya (attractiveness) hasil yang diantisipasi oleh individu. Valensi ini berkisar -1(hasil yang tidak diinginkan) dan +1 (hasil yang diharapkan).
c. Effort-Performance (EàP) Expectancy didefinisikan individu sebagai peluang subyektif individu yang usahanya akan secara nyata berpengaruh terhadap kinerjanya. Derakat kepercayaanya berkisar antara 0 (individu percaya bahwa perilakunya tidak pengaruh terhadap kinerjanya) sampai 1 (individu yakin bahwa perilakunya akan berpengaruh terhadap kinerjanya).
d. Performance àOutcome (PàO) Expectancy yang juga dikenal sebagai instrumentally, didefinisikan sebagai kepercayaan individu bahwa tingkat kinerja tertentu akan memberikan hasil yang tertentu pula.
Menurut teori ini, model diatas akan berpengaruh terhadap motivasi. Misalnya jika valence = 1, EàP = 0,8 dan PàO = 0,9. Maka indi vidu tersebut memiliki motivasi (1 X 0,8 X 0,9 = 0,72).
a. Hasil (outcomes) adalah konsekwensi yang telah diantisipasi dan dipersepsi individu akan mengikuti suatu perilaku kerja tertentu. Misalnya kenaikan upah, penerimaan kelompok atau rasa lelah.
b. Valensi (valence) berkenaan dengan menarik atau tidak menariknya (attractiveness) hasil yang diantisipasi oleh individu. Valensi ini berkisar -1(hasil yang tidak diinginkan) dan +1 (hasil yang diharapkan).
c. Effort-Performance (EàP) Expectancy didefinisikan individu sebagai peluang subyektif individu yang usahanya akan secara nyata berpengaruh terhadap kinerjanya. Derakat kepercayaanya berkisar antara 0 (individu percaya bahwa perilakunya tidak pengaruh terhadap kinerjanya) sampai 1 (individu yakin bahwa perilakunya akan berpengaruh terhadap kinerjanya).
d. Performance àOutcome (PàO) Expectancy yang juga dikenal sebagai instrumentally, didefinisikan sebagai kepercayaan individu bahwa tingkat kinerja tertentu akan memberikan hasil yang tertentu pula.
Menurut teori ini, model diatas akan berpengaruh terhadap motivasi. Misalnya jika valence = 1, EàP = 0,8 dan PàO = 0,9. Maka indi vidu tersebut memiliki motivasi (1 X 0,8 X 0,9 = 0,72).
2. Model Porter
dan Lawler
Porter dan Lawler memperbaiki dan melanjutkan model expectancy dari Vroom. Mereka setuju dengan pendapat Vroom bahwa usaha karyawan, ditentukan oleh valensi yang karyawan tempatkan pada hasil tertentu dan derajat kepercayaan bahwa usaha mereka akan mendapatkan reward tersebut. Di bawah ini adalah model motivasi kerja dari Porter dan Lawler :
Porter dan Lawler memperbaiki dan melanjutkan model expectancy dari Vroom. Mereka setuju dengan pendapat Vroom bahwa usaha karyawan, ditentukan oleh valensi yang karyawan tempatkan pada hasil tertentu dan derajat kepercayaan bahwa usaha mereka akan mendapatkan reward tersebut. Di bawah ini adalah model motivasi kerja dari Porter dan Lawler :

Model Porter dan
Lawler menyatakan bahwa usaha mungkin saja tidak memberikan hasil dalam kinerja
karena dua alas an yaitu: 1. Individu dapat saja tidak memilik kemampuan untuk
melakukan tugas dalam pekerjaanya, meskipun individu tersebut sangat
termotivasi . 2. Individu tidak mempunyai pemahaman yang jelas tentang tugas
yang harus dilakukan (misalnya karena ketidakjelasan tugas).
3.
Equity Theory(Theory Ekuitas)
Adam menggambarkan hubungan kerja sebagai suatu hubungan pertukaran (exchange relationship). Hal yang penting dalam memahami teori ini adalah 1. Kondisi yang mendasari perasaan equity atau inequety adalah sesuatu yang dipersepsi individu, bukan kondisi obyektif terjadi. 2. Perasaan inequety biasanya tidak terjadi jika individu memberi input yang rendah tapi mendapat output yang tinggi jika individu pembandingnya juga memperoleh hal yang sama. Artinya inequity terjadi pada saat underpaid maupun overpaid dan tergantung pada individu pembanding 3. Ambang kepekaan individu lebih tinggi terhadap underpaid daripada overpaid . Overpaid dianggap suatu keberuntungan sedangkan underpaid dianggap adalah suatu ketidakadilan.
Adam menggambarkan hubungan kerja sebagai suatu hubungan pertukaran (exchange relationship). Hal yang penting dalam memahami teori ini adalah 1. Kondisi yang mendasari perasaan equity atau inequety adalah sesuatu yang dipersepsi individu, bukan kondisi obyektif terjadi. 2. Perasaan inequety biasanya tidak terjadi jika individu memberi input yang rendah tapi mendapat output yang tinggi jika individu pembandingnya juga memperoleh hal yang sama. Artinya inequity terjadi pada saat underpaid maupun overpaid dan tergantung pada individu pembanding 3. Ambang kepekaan individu lebih tinggi terhadap underpaid daripada overpaid . Overpaid dianggap suatu keberuntungan sedangkan underpaid dianggap adalah suatu ketidakadilan.
D.
Pengamatan
dan Pernyataan dalam penelitian belakangan ini pada motivasi kerja
1.
Teori
Motivasi Internal
Dalam Teori Motivasi Internal yang secara umum akan di bagi kedalam 2 golongan proses berfikir(thoughtful) dan proses yang tidak rasional.
Dalam Teori Motivasi Internal yang secara umum akan di bagi kedalam 2 golongan proses berfikir(thoughtful) dan proses yang tidak rasional.
a.
Thoughtful
Teori yang termasuk dalam kategori ini adalah: expectancy, self efficacy, goal setting dan on-line(control, action, self regulation, considered, collectively). Di bawah ini kita akan membahas masing-masing teori tersebut.
Teori yang termasuk dalam kategori ini adalah: expectancy, self efficacy, goal setting dan on-line(control, action, self regulation, considered, collectively). Di bawah ini kita akan membahas masing-masing teori tersebut.
Expectancy Theory
Pada bagian
ini kita tidak akan mengulang
pembahasan karena telah dibahas dimuka.
Saat ini kita hanya akan membahas tentang penelitian kontemporer yang paling
berkaitan langsung dengan pandangan yang realistis terhadap pekerjaan. Beberapa
bukti penelitian memberikan informasi tentang pengurangan harapan yang tidak
realistis dari jabatan akan mengurangi turnover dan meningkatkan kepuasan kerja juga meningkat.
Self Efficacy
Konsep tentang
self efficiacy dikemukakan oleh Eden. Menurutnya self efficacy adalah
keyakinan individu akan
ketersediaan sarana untuk melakukan
pekerjaan (person’s belief in the tools available to do job). Sedangkan
konstruk terbaru tentang seld efficacy global atau general self efficacy dari
parker. Role-Breadth Self Efficacy (RBSE) adalah konstruk global dari self efficacy (yang
selalu terkait dengan suatu tugas yang diberikan/ given task). Sedangkan Global
atau general self efficacy (GSE)
adalah keyakinan individu terhadap
kapabiltasnya dalam melakukan berbagai
jenis dan tugas yang beragam.
Goal setting
Sejumlah
penelitian memfokuskan pada hubungan antara orientasi tujuan tujuan seseorang
dengan kinerja. Dweck menggambarkan ada dua(2) orientasi tujuan yang dimiliki manusia, yaitu 1. Learning-goal-oriented
individuals adalah tujuan yang lebih mengutamakan penguasaan tugas(mastering
the task), karena itu tujuan terkait dengan proses belajar, dan 2.
Performance-goal oriented individuals (performing well on the task), karena itu tujuan lebih ditekankan pada hasil (outcomes)
daripada tingkat penguasaan.
On-line Theories
Lewin menyatakan
tentang adanya dua(2) tahapan dalam proses motivasi, yaitu apa yang disebut
goal setting dan goal striving. Goal setting adalah tingkat kinerja tertentu
yang diantisipasi akan tercapai di masa depan. Sedangkan goal striving adalah
saat motivasi bekerja atau on-line motivation. Kesimpulannya adalah bahwa teori goal setting
diterapkan sebelum perilaku dilakukan, sedangkan teori on-line diterapkan saat
proses perilaku dilakukan.
b. Tidak Rasional
Teori Hot : Mood, Emotion, Affect
George dan Brief
mendefenisikan mood sebagai keadaan afektif yang perpasi dan umum sehingga sangat dipengaruhi oleh factor
situasional dan tidak terarah pada target yang spesifik. Sedangkan emosi lebih
terarah secara spesifik pada seseorang atau tertentu. Sedangkan affect, secara
umum merupakan kesatuan antara komponen mood dan emosi. Keterkaitan antara mood
dan, emosi, motivasi dan kinerja merupakan hal yang beum sepenuhnya dapat
diterangkan secara jelas. Sehingga belum dapat ditentukan secara pasti factor
apa yang menjadi penyebab (antecedent) dan factor apa yang menjadi
akibat(consequence) diantara mood/emosi, motivasi dan knerja.
Teori Cold
Perbedaan
individual dapat dianggap sebagai suatu karakteristik internal yang stabil yang
membuat individu menjadi unik dalam perilaku dan bersikap. Dalam hal ini factor
genetic , trait, kepribadian, gender dan lain-lain dinilai sebagai faktoryang
juga berpengaruh terhadap motivasi.
2. Teori Motivasi Eksternal
Desain Pekerjaan (Job Design)
Desain pekerjaan
membahas tentang karakteristik pekerjaan dan bagaimana hal ini berdampak pada
sikap dan perilaku. Berbagai penelitian dilakukan untuk meneliti hal itu dan menguji Job Characteristic Model (JCM)
yang dikemukakan oleh Hackman dan Oldham. Pada penelitian ini jelas dibuktikan
bahwa atribut pekerjaan berpengaruh terhadap motivasi khususnya motivasi
intrinsic.
Teori Sosial dan Budaya
Dalam bagian
akan dibahas tentang motivasi ditinjau dari hal di luar individu dan di luar
pekerjaan itu sendiri. Ada 2(dua) topic
umum yan menark peneliti yaitu: 1. Pendekatan identitas social (social
identity) dalam kelompok, yang menyatakan bahwa indivdu sebagian ditentukan
oleh karakteristik kelompok yang mereka identifikasikan dan 2. Group-level
cognitive construct seperti group efficacy, group esteem dan group memory.
No comments:
Post a Comment
komunikasi
email: choirulalfa77@gmail.com