Psikolog
Gadungan Dalam Kasus Tuduhan Kekerasan Psikis
Lara Rose adalah
seorang anak yang harus menghadapi kenyataan pahit atas berlakunya
Undang-Undang No.23 Tahun 2004 Pasal 45 mengenai kekerasan psikis yang secara
hukum diterapkan dengan tidak tepat sehingga Lara Rose harus dipisahkan dari
salah satu orang tuanya, dalam kasus ini adalah ayah kandungnya. Pemindahan Hak
Asuh sang ayah kandung sepenuhnya kepada sang ibu kandung terjadi ketika kedua
orang tua Lara Rose masih terikat pada lembaga perkawinan, lewat Penetapan Hak
Asuh yang dikeluarkan oleh PengadilanNegeri Jakarta Selatan.
Ruang Lingkup Ilmu Psikologi dan Penerapannya.
Menurut Kode Etik Psikologi Indonesia,
terdapat dua profesi; Ilmuwan Psikologi dan Psikolog. Ilmuwan Psikologi dapat
memberikan Jasa Psikologi, tetapi tidak berhak dan tidak berwenang untuk
melakukan praktek sabagai seorang psikolog.
Adapun definisi Jasa Psikologi adalah jasa
kepada perorangan atau kelompok/organisasi/institusi yang diberikan oleh
Ilmuwan Psikologi sesuai kompetensi dan kewenangan keilmuan psikologi di bidang
PENGAJARAN, PENDIDIKAN, PELATIHAN, PENELITIAN, PENYULUHAN MASYARAKAT.
Seorang psikolog berhak dan berwenang untuk
melakukan praktek psikologi di wilayah hukum Negara Republik Indonesia. Untuk
melakukan Praktek Psikologi maka Sarjana Psikologi yang tergolong kriteria ini
diwajibkan memiliki Ijin Praktek Psikologi sesuai dengan ketentuan yang
berlaku. Pengertian Praktek Psikologi tersebut adalah terapan prinsip psikologi
yang berkaitan dengan melakukan kegiatan DIAGNOSIS, PROGNOSIS, KONSELING dan
PSIKOTERAPI.
Jelaslah bahwa menurut Kode Etik Psikologi
Indonesia, Ilmuwan Psikologi tidak boleh memberikan konseling.
Kasus Lara Rose.
Dalam kasus Lara Rose, tanpa sepengetahuan
ayah kandungnya, ibu kandung lara Rose memberikan keterangan-keterangan kepada
seorang konselor yang bekerja pada sebuah lembaga konseling.
Atas dasar keterangan tersebut, tanpa
mengkonfirmasi kebenarannya (misalnya dengan menghubungi sang ayah yang dalam
keterangan yang diberikan oleh sang ibu bahwa sang ayah telah melakukan
kekerasan psikis kepada Lara Rose dan ibunya). Konselor ini membuat pernyataan
atau keterangan tertulis dan sepihak, yang kemudian dipergunakan oleh sang ibu
dalam Permohonan Pengalihan Hak Asuh yang disidangkan secara terbuka di
Pengadilan Jakarta Selatan.
Maka Pengadilan Negeri Jakarta Selatan,
berdasarkan surat keterangan konselor ini, telah mengeluarkan Penetapan bahwa
Hak Asuh anak dialihkan ke tangan ibu; serta mengharuskan ayahnya
memberitahukan ibu kandungnya terlebih dahulu sebelum dapat melihat Lara.
Dapat Dibenarkankah Perbuatan Konselor ini?
Sangat tidak dapat dibenarkan apa yang telah
dilakukan oleh konselor ini, atas dasar sebagai berikut:
a. konselor ini telah melakukan pelanggaran
praktek psikologi yang berat. Konselor ini adalah seorang ilmuwan psikologi,
dalam kasus ini ilmuwan ini adalah seorang dosen, sehingga tidak berwewenang
memberikan konseling, karena tidak memiliki ijin praktek sebagai seorang
psikolog.
b. konselor ini telah membuat pernyataan tertulis
yang inkompeten; dan sayangnya pernyataan ini dipergunakan sebagai dasar
pertimbangan pengadilan untuk mengalihkan hak asuh ayah Lara Rose sepenuhnya
menjadi hak asuh ibu Lara Rose.
Sebagai tambahan informasi, ayah Lara Rose
juga telah dijatuhi hukuman 2 tahun penjara oleh Pengadilan Tinggi DKI atas
kekerasan psikis yang tidak pernah ditanyakan konfirmasinya.
Pertanyaannya kini adalah :
1. Apakah Kode Etik Psikologi yang ada dan
berlaku saat ini saja sudah cukup?
2. Perangkat hukum apa yang diperlukan agar
Ilmuwan Psikolog maupun Psikolog tidak serta merta dengan mudah melakukan
pelanggaran terhadap Kode Etik Psikologi yang berdampak pada kehidupan
bermasyarakat?
3. Apa yang dapat kita lakukan terhadap sang
ayah dan Lara Rose yang telah menjadi korban Pelanggaran Kode Etik Psikologi
dan juga menjadi korban Penerapan Hukum Yang Tidak Tepat?
No comments:
Post a Comment
komunikasi
email: choirulalfa77@gmail.com